Dear, Sahabat PCMI Babel
PPPAN tidak sekedar berkunjung ke negara-negara lain loh. Banyak deretan kegiatan yang harus dijalani seorang delegasi selama program masing-masing sesuai dengan karakteristik tiap-tip program yang berbeda.
Kali ini, Primalita 'Ayim' Putri Distina kembali mengirimkan ceritanya tentang salah satu kegiatan yang ia ikuti selama Fase Kanada sebagai seorang relawan di beberapa tempat.
Yuk disimak ^_^
Learning to give and to share
Tak
terasa sebentar lagi fase di Kanada akan berakhir maka perasaan campur aduk-lah
yang saya rasakan. Ada perasaan sedih mengingat waktu saya disini akan segera usai. Namun
disisi lain, saya juga merasa senang karena akan kembali ke tanah air dan
memulai aktivitas baru di fase Indonesia yang akan dilaksanakan di Pondok Meja,
Jambi. Salah satu rasa senang itu adalah perasaan bahwa tak lama lagi saya yang
sudah sangat rindu makan daging sapi dan ayam halal ini-pun akan segera bisa
bebas menyantapnya.
Well,
sudah hampir tiga bulan saya di Kanada dan tentunya sudah banyak hal yang
terjadi dan dipelajari. Saya sudah melewati mid project di Mount Washington,
melihat salju pertama di Duncan yang membuat saya mengharu-biru dan juga
berkutat dengan voluntary project.
Ini
adalah salah satu tempat saya bekerja sebagai sukarelawan selama Fase Kanada. Parkside Academy
adalah sebuah after school care yang akan segera di buka di awal tahun depan. Ini
adalah sebuah project besar dimana saya menjadi volunteer di sini setiap Senin
dan Selasa. Saya, bersama partner kerja saya yaitu Nathaniel (Nath) Oimet yang
berasal dari Quebec, bekerja di sebuah sekolah yang sudah 2 tahun tidak dipakai
dari jam 08.45 pagi hingga 12.30 siang.
Sekolah
itu dulunya bernama Somenos Rural Traditional School yang terletak agak jauh
dari perkotaan. Namun, suasananya yang asri dan sejuk dengan pemandangan Mt.
Prevost serta pepohonan membuat tempat ini terasa menenangkan.
Selama
bekerja disini kami menata ulang sekolah ini dari awal, benar-benar dari awal.
Dimulai dengan membersihkan pekarangan sekolah lalu merapikan ruang kelas dan
gymnasium, mengecat dinding kelas, mengelap meja, rak buku, kursi, dan lemari, kamudian
diikuti dengan menyusun buku-buku, dan beberapa pekerjaan lainnya. Sejujurnya, saya
merasa tidak betah pada saat pertama bekerja disini. Saya harus bekerja di luar
untuk membersihkan pekarangan di cuaca yang sangat dingin. Tubuh saya terasa
ngilu karena dingin yang menusuk hingga ke tulang meski sebenarnya saya sudah
memakai baju 4 lapis plus jaket hangat. Silahkan bayangkan seperti apa dinginnya cuaca ketika itu.
Nath |
Saya masih ingat ketika pada suatu saat hujan
rintik-rintik turun diikuti dengan angin yang berhembus cukup kencang, tak ayal
keadaan tersebut membuat suhu udara menjadi semakin dingin. Saya yang sudah tidak
kuat lagi bekerja di luar akhirnya memutuskan masuk ke dalam sekolah yang juga
tidak memiliki pemanas ruangan. Lalu saya memutuskan untuk masuk ke dalam toilet dan duduk meringkuk disana. Rasa dingin yang tidak kunjung hilang membuat saya ingin sekali
menangis.
Pada
saat itu saya sempat berpikir mengapa saya melakukan pekerjaan ini? Bekerja di
luar dan menggigil kedinginan?Padahal pekerjaan tersebut tidak ada kaitannya
sama sekali dengan latarbelakang pendidikan saya di bidang Pisikologi. Namun, sejurus kemudian saya
menyadari bahwa saya disini sebagai seorang volunteer atau relawan. Relawan
berarti saya bekerja tanpa pamrih, tanpa memikirkan bentuk pekerjaan tersebut
dan yang terpenting saya dapat berguna bagi banyak orang. Saya sadar bahwa tujuan
saya di sini-pun adalah untuk belajar banyak hal dan saya harus bisa mencari
insight dari setiap pengalaman yang saya dapatkan.
Kemudian,
saya-pun mulai menyemangati diri saya sendiri. Saya membayangkan jika sekolah
ini sudah layak pakai dan murid-murid baru berdatangan. Mereka belajar banyak
hal di sini, bermain bersama teman-teman mereka, tertawa dengan riang. Bukankah
itu suatu hal yang menyenangkan? Waktu dan tenaga yang telah saya berikan untuk
tempat ini pun tidak akan sia-sia!
Akhirnya, saat
ini sekolah Parkside Academy Learning Centre sudah hampir selesai. Ruangan
sudah tertata rapi, mainan pun sudah dikemas sedemikian rupa, buku-buku,
rak-rak, dan peralatan bermain dan belajar pun sudah lumayan lengkap. Terbersit
rasa puas dalam hati saya. Alhamdulillah... Kepuasan yang tidak bisa saya ungkapkan
dengan kata-kata!
- Tansor Elementary School
Lain ParksideSomenos, lain pula Tansor Elemntary School. Ini adalah tempat lain dimana saja juga menjadi relawan di
sore harinya. Bagi saya, menjadi relawan di
sekolah ini merupakan ‘obat penyembuh ajaib’ selepas kelelahan bekerja di
Parkside Academy. Sekolah ini-pun ternyata dekat dengan rumah saya! Disiini,
saya bertemu dengan banyak anak yang lucu-lucu dan menggemaskan! After school
care adalah project utama Parkside Academy ini.
Dari
jam 01.30 hingga 02.00 siang hari, saya bersama Nath bermain bersama anak-anak
usia PAUD yang benar-benar sangat bisa membuat hati saya meleleh. Saya sangat
takjub sekali dengan segala macam mainan yang dimainkan oleh anak-anak ini;
puzzle, clay, rumah-rumahan, ponies, mobil-mobilan, dan permainan lainnya yang
belum pernah saya temui! Saya beberapa kali tertarik untuk sedikit menganalisis
alat permainan tersebut. Permainan yang digunakan oleh anak-anak ini membantu
mereka untuk belajar angka, huruf, bentuk, warna dan lain-lain. Ada sebuah alat
permainan puzzle huruf dengan gambar dan warna yang terang. Anak diharapakan bisa
menyusun huruf sesuai dengan nama gambar, misalnya ‘car’. Selain itu, alat
permainan itu juga membantu mereka mengembangkan motorik kasar dan halus. Ada
kalanya mereka menggambar dan mewarnai dengan spidol yang non-toxic dan
washable yang aman bagi anak-anak. Pokoknya, permainannya sangat beragam sehingga terkadang tanpa sadar saya
ikut bermain bersama mereka bahkan tak jarang saya terbawa suasana hingga asyik
bermain sendiri.
Disisi
lain, anak-anak juga diajarkan untuk saling berbagi mainan dan bergantian. Para
guru bersikap sangat tegas namun mereka tidak pernah sekalipun memarahi
anak-anak, apalagi memukul mereka. Tidak ada corporal punishment di sini.
Guru-guru menanamkan rasa tanggung jawab dan pentingnya berbagi kepada
anak-anak. Saya jadi ingat sebuah quote yang saya baca di dinding kelas itu.
Quote dari Dalai Lama yang berbunyi “It is vital that when educating our
children’s brains that we do not neglect to educate their hearts.”
Setelah
bermain, dari jam 02.00 hingga 04.15 sore, saya berpindah tempat ke
perpustakaan sekolah untuk bertemu dengan anak-anak yang usianya lebih tua.
Lagi-lagi, saya terkagum-kagum dibuatnya. Ada sebuah perpustakaan sekolah yang penuh dengan buku-buku
menarik! Ada tentang filsafat, pengetahuan umum, mitologi, sejarah, Kanada dan
negara-negara lainnya, sastra, buku cerita bergambar, buku-buku populer seperti
Harry Potter, Eragon, Narnia, dan banyak lagi!
Satu hal lain yang begitu
menarik buat saya adalah keberadaan beberapa rak khususus. Di rak-rak tersebut tersusun rapi buku-buku cerita atau pengetahuan yang sesuai dengan musim atau event
yang berlangsung. Ketika Halloween, maka dipajang-pin buku tentang Halloween dan
sebagainya. Pada saat ini, di rak-rak tersebut tersusun rapi buku tentang Winter dan
Christmas!
Nah,
di perpustakaan inilah after school care dilaksanakan. Anak-anak dibagi ke
dalam dua kelompok; anak-anak kecil dan anak-anak besar. Grup ‘anak kecil’
adalah anak-anak yang berusia 5 hingga 7 tahun yang kebanyakan dari mereka
masih duduk di TK dan SD kelas 1. Sementara grup ‘anak besar’ berusia antara 8
hingga 13 tahun. Pada sesi ini, saya mendampingi grup ‘anak besar’.
Kegiatan
dimulai dengan mendengarkan cerita atau games kecil-kecilan. Selanjutnya
adalaha makan snack bersama. Anak-anak diminta berbaris rapi menuju washroom
untuk mencuci tangan. Hebatnya lagi, mereka juga harus memperhatikan bekal
makan yang mereka bawa karena mereka tidak diperbolehkan membawa junk food
seperti chips, cokelat, dan permen. Buah-buahan, sandwich, dan granola bar
adalah jenis makanan yang diperbolehkan. Pernah suatu ketika saya merasa
bersalah karena saya memakan cokelat di depan anak-anak tersebut dan mereka
memasang wajah memelas, ingin meminta bagian, (ha ha ha ha).
Kemudian, setelah
makan anak-anak akan berkumpul dan mendengarkan cerita lagi. Eits, tetapiada yang berbeda dari story telling kali ini. Patrick, salah satu volunteer yang
sudah terlibat sejak 2 tahun lalu, adalah aktor utama dalam kegiatan ini. Dia
bercerita dengan melibatkan anak-anak! Ya, ketika dia menceritakan tentang
salah seorang tokoh, maka dia akan meminta seorang anak untuk memainkan peran
tersebut. Anak-anak tersebut juga sangat antusias dan ekspresif! Saya
penasaran, kira-kira bisa tidak ya saya menerapkan gaya story telling ini di
Indonesia nantinya?
Sehabis
kegiatan story telling, sudah ada tiga meja yang berisi kegiatan fun learning!
Beberapa diantaranya adalah words game seperti menyusun nama provinsi di Kanada
beserta ibukotanya, menulis tentang hal yang akan dilakukan selama winter, menyusun
gambar atau stiker sesuai dengan bentuknya, belajar mengeja, belajar berhitung
atau bermain ‘salju’ buatan yang sebenarnya adalah bola-bola bubble seperti jelly yang terasa agak aneh ketika dipegang. Tapi, sejauh ini fun learning favorit
saya adalah ketika anak-anak tersebut harus berlomba mencairkan balok es dengan garam! Yup!
Sangat seru!
Tidak hanya aktivitas yang mengasah kognitif saja yang dilakukan disini, tapi
juga kegiatan yang berkaitan dengan motorik. Anak-anak dibebaskan bermain di
luar atau di gymnasium. Semuanya adalah kegiatan bermain karena memang bermain
adalah dunia anak-anak. Anak-anak belajar banyak hal dari bermain bersama
teman-teman mereka dan itu bukan hanya untuk mengembangkan keterampilan motorik
mereka saja, tetapi juga keterampilan psikososial dan kecerdasan emosional.
Jika cuaca sedang cerah, maka anak-anak bebas bermain di luar karena sekolah
ini juga mempunyai halaman sangat luas yang dilengkapi dengan arena bermain
seperti outbond.
Anak-anak
juga sesekali bermain di hutan dan mengeksplorasinya! Saya pernah ikut bermain
bersama anak-anak ini dan ketika itu kami membuat sebuah pondok-pondokan dari
ranting-ranting Christmas tree. Sayangnya, pondok kami tidak selesai dengan
sempurna karena waktu bermain sudah habis, sayang sekali.
Pada
akhirnya, Selasa 16 Desember lalu adalah hari terakhir saya bekerja disini.
Perasaan saya campur aduk. Antara senang dan sedih. Saya merasa senang karena
pekerjaan saya sudah selesai dan bisa sedikit bersantai sebelum melanjutkan
progam di Jambi nanti. Namun, di satu sisi saya pasti akan merindukan anak-anak
yang sudah dekat dan selalu bermain bersama saya. Saya pun penasaran ‘bagaimana
ketika mereka sudah tumbuh dewasa nanti?’.
Namun dibalik itu, saya bersyukur
untuk setiap kesempatan pembelajaran yang saya miliki selama berada disini. Tuhan
tetap mengajarkan saya banyak hal selama program ini berlangsung dan mereka,
anak-anak tersebut, adalah guru-guru cilik bagi hidup saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar