Hi, great fellas
Another story from IKYEP delegation, Wira Tri Barkah.
Happy reading ^_^
Homestay: Sebuah proses pembelajaran
Ada
yang berbeda rasanya saat saya telah kembali berada di Indonesia. Ada perasaan
sedih ketika meninggalkan tempat yang indah disana, berpisah dengan semua momen saat menghabiskan
waktu bersama teman-teman dan keluarga angkat. Saya juga merindukan Ayah Choi dan keluarganya yang hangat. Tidak
ada lagi daun kuning dan merah yang indah berderet di sepanjang jalan seperti yang selalu terlihat selama fase Korea. Tidak
ada lagi cuaca dingin yang sejuk yang memaksa kami harus memakai jaket tebal. Saya mulai merindukan momen-momen
itu, pemandangan dan suasana indah yang berbeda dengan Indonesia.
Tapi disisi
lain, sebagai orang Indonesia tulen, saya-pun
senang bisa kembali ke Indonesia, tanah kelahiran, tanah tumpah darah. Saya juga
merindukan negeri yang indah ini. Seperti kata pepatah, Seindah-indahnya negeri
orang, senyaman-nyamannya negeri orang, tetap lebih indah negeri sendiri, masih lebih nyaman negeri sendiri.
Darah saya adalah darah
Indonesia, tidak mungkin saya
tidak merindukan negeri dengan sejuta keindahan
dan budaya ini.
Tepat tanggal 10
November 2014 IPYs dan National leader
kembali ke Indonesia dengan penerbangan Cathay Pacific, pesawat canggih,
modern, nyaman dan lengkap
dengan pelayanan standar Internasional. Kami kembali ke Indonesia tidak
bersamaan dengan delegasi Korea. Mereka ke Indonesia sehari setelahnya, tanggal 11 November
2014. Kami pertama bertemu dengan delegasi Korea di Hotel Royal Kuningan,
Jakarta, tempat singgah sementara sebelum melaksanakan fase Indonesia di
Kuningan, Jawa Barat.
Lagi dan lagi,
pada fase Indonesia kami juga melaksanakan program homestay. Namun, perbedaannya adalah program homestay fase Indonesia lebih lama dibandingkan pada saat fase
Korea, yaitu 4 hari. Pada homestay
fase Indonesia, kami dipasangkan dengan delegasi Korea. Saya, Ave, dan Hyeon Woo
(Wahyu) adalah satu kelompok homestay
di rumah Bapak Unida.
Ketika
program homestay mulai, bagi
kita orang-orang Indonesia, makanan seperti tempe, tahu, ikan asin, dan sambal
adalah makanan yang menggugah selera, hal biasa. Tapi belum tentu dengan orang
asing yang baru pertama kali mencoba. Ketika
itu, saya terus melihat wajah Hyeon Wo, hanya
ingin tahu bagaimana ekspresinya ketika pertama kali makan makanan Indonesia
ini. Alhamdulillah, orang Korea satu ini tidak terlalu pilah pilih soal
makanan, dia menyukai masakan Indonesia, walaupun terlihat sederhana tapi dia
suka dengan rasanya. Aku tersenyum melihat Hyeon Wo saat
makan tanpa menggunakan alat makan seperti sendok ataupun sumpit seperti kebiasaan
orang Korea. Lucu, karna ini kali pertamanya dia makan hanya dengan menggunakan
tangan, maka terlihat kaku saat saya
melihatnya makan. Kami pun mengajarinya bagaimana
cara yang benar makan dengan menggunakan tangan. Dia terlihat begitu antusias mencoba. Senang sekali bisa berbagi dengannya,
mengajari bagaimana kebiasaan tradisional orang Indonesia, ketika makan contohnya.
Selain soal
makanan, ada satu hal lagi yang membuat delegasi Korea sedikit khawatir. Urusan kamar mandi atau
toilet. Di Korea, semua kamar kecil memiliki desain toilet dengan kloset duduk, bahkan banyak yang dilengkapi fitur-fitur canggih, jauh
lebih canggih daripada toilet duduk yang biasa kita temui di Indonesia, serta
kebiasaan mereka yang hanya menggunakan tisu
untuk berbilas. Sedangkan di Indonesia, tepatnya di daerah Kuningan tempat fase
Indonesia dilaksanakan, rata-rata kamar kecil hanya memiliki toilet dengan desain
kloset jongkok dan menggunakan air untuk berbilas, tidak ada tisu. Hal inilah
yang membuat kebanyakan delegasi Korea bingung, mereka tidak mengerti bagaimana
cara menggunakannya. Jadi, mau tidak mau kami juga harus mengajarkan hal ini
kepada delegasi Korea, walaupun agak sedikit terasa ‘aneh’
mengajarkan hal tersebut. Namun, hal bagusnya, saya
kagum kepada Hyeon Wo, dia begitu cepat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, tidak banyak tingkah dan mudah diatur untuk
mempelajari kebiasaan masyarakat Indonesia. Keluarga
induk semang kami-pun menyukainya.
Setibanya kami di rumah, Hyeon Wo dan Yeonsu lalu mengajak kami berenang. Kebetulan di
daerah tempat kami homestay terdapat kolam pemandian Waterboom, sehingga kami tidak perlu repot-repot
menggunakan kendaraan, kami hanya butuh
berjalan kaki dari rumah menuju kolam renang itu. Tidak lama kami berenang, air
yang dingin memaksa kami untuk tidak menghabiskan berlama-lama di tempat ini. Dan yang
terpenting adalah kami bisa menghabiskan waktu bersama, saling berbagi, saling
belajar, dan mengajari kebiasaan serta aturan-aturan di masing-masing negara
kami.
Bagi
saya, yang terpenting dari kegiatan homestay ini adalah peluang yang tersedia
yang mengajak kita untuk lebih dekat dengan masyarakat dari budaya dan tradisi berbeda. Program
homestay juga menawarkan kepada kami untuk lebih
peka dengan lingkungan sekitar. Kami-pun
dapat saling mempelajari budaya masing-masing secara langsung dan lebih dekat
sambil menjalin koneksi dan pemahaman yang dapat menguatkan jalinan
persahabatan dan juga kekeluargaan. Pada akhirnya, saya merasa bahwa terciptanya
mutul understanding, yang merupakan salah satu tujuan dari program pertukaran
pemuda, adalah hal yang paling berharga yang saya alami sepanjang program. Saya
sangat bersyukur untuk hal ini. I really do!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar