Hi, sahabat PCMI Babel
Wira Tri Barkah, delegasi IKYEP, telah menyelesaikan programnya saat ini. Sebagai oleh-oleh kecil, Wira ingin berbagi cerita tentang kegiatannya di Korea.
Di bawah ini adalah salah satu cerita Wira yang ingin dibagikan kepada Sahabat PCMI Babel. So, enjoy the story ^_^
One Day In Siheung City
Sore itu kami
sampai di Siheung City, salah satu kota kecil di Korea Selatan. Di kota inilah para IPYs IKYEP 2014 melaksanakan
salah satu program menarik, homestay.
Jujur saja, awalnya saya beranggapan bahwa
homestay adalah program yang membosankan dan sepi, entah karena kekhawatiran akan munculnya language barrier atau ketidak nyaman-an
karena tidak
bisa bercanda dengan teman-teman
sesama delegasi karena akan terpisah di rumah host family
masing-masing. Namun ternyata,
yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak hal-hal
menarik tentang Korea yang
dapat saya rasakan saat bersama
dengan host family saya meski program
hanya berjalan
satu hari. Homestay program berubah
menjadi begitu berkesan karena dengan begitu saya dapat
mengenal keluarga Negeri Ginseng yang
menyenangkan seperti host family saya.
Pertama-tama,
kami dipertemukan dengan orang tua angkat
kami di Siheung City Hall.
Ada banyak keluarga yang berada disana dan mereka
adalah orang-orang baik yang
akan mengayomi layaknya keluarga
dan mengajarkan kami
tentang kehidupan keluarga di Korea Selatan serta mengenalkan kami lebih dekat
kepada kehidupan mereka.
Selama program homestay ini, saya bersama dua IPYs lainnya yaitu Heri, delegasi provinsi Jambi, dan Ave, delegasi provinsi Lampung, akan tinggal bersama orang tua angkat yang sama. Diawal pertemuan saya sempat merasa khawatir akan seperti apa host family saya nantinya, ditambah lagi perasaan was-was dikarenakan host family saya yang datang terlambat di pertemuan tersebut. Namun pada akhirnya, seorang lelaki duduk bergabung ke meja kami. Mr. Choi, begitu ia memperkenalkan dirinya. Kesan pertama yang muncul dalah bahwa ia adalah seorang periang, ramah dan bersahaja. Wajah cerianya membuat kekhawatiran saya sirna seketika.
Selama program homestay ini, saya bersama dua IPYs lainnya yaitu Heri, delegasi provinsi Jambi, dan Ave, delegasi provinsi Lampung, akan tinggal bersama orang tua angkat yang sama. Diawal pertemuan saya sempat merasa khawatir akan seperti apa host family saya nantinya, ditambah lagi perasaan was-was dikarenakan host family saya yang datang terlambat di pertemuan tersebut. Namun pada akhirnya, seorang lelaki duduk bergabung ke meja kami. Mr. Choi, begitu ia memperkenalkan dirinya. Kesan pertama yang muncul dalah bahwa ia adalah seorang periang, ramah dan bersahaja. Wajah cerianya membuat kekhawatiran saya sirna seketika.
Setelah pertemuan usai, saya dan 2 IPYs lainnya langsung diajak the host daddy ke suatu tempat. “Bersepeda mengelilingi kota Incheon”. Duh! Menarik sekali rasanya membayangkan rencana itu. Mr. Choi sangat mengenal daerah itu karena kawasan tersebut adalah tempat dia bekerja. Dengan menggunakan mobil kami pergi ke kantor dimana ia bekerja dan setelah sampai di kantornya, masing-masing dari kami dipinjamkan sepeda. Ayah Choi membagikan kunci sepeda dengan nomor kode kepada masing-masing kami yang langsung berhamburan mulai mencari sepeda masing-masing. Ave dan Heri menertawakan saya ketika mereka tahu bahwa sepeda yang saya dapat adalah sepeda perempuan dengan keranjang depan yang membuatku terlihat ‘girly’ alih-alih ‘macho’. Stop! Jangan bayangkan! ^_^ Tapi, saya tidak peduli, karena yang terpenting adalah menikmati acara jalan-jalan mengelilingi kota indah ini bersama dengan Ayah Choi dan dua orang sahabat saya, Heri dan Ave.
Ada
yang bisa membayangkan seperti apa bersemangatnya kami di hari itu?? Bersepeda
ria mengelilingi taman-taman di kota Incheon. Ini adalah kesempatan yang sangat
langka, yang mungkin saja hanya akan saya rasakan sekali seumur hidup. Meski
dalam hati saya berharap bahwa suatu hari
nanti saya dan seseorang yang saya cintai, istri, akan kembali ke negri ini
lagi. Terlalu asyik menikmati suasana dan berangan-angan, tak sadar Ayah Choi yang begitu
bersemangat telah berada jauh mengayuh di depan, sementara kami jauh tertinggal
di belakangnya.
Sungguh
tak terasa ternyata ketika itu kami bersepeda hingga larut senja, tak terlihat
lagi matahari karena yang ada hanya sinar lampu yang menerangi pinggiran jalan,
cahaya lembut taman kota, udara sejuk menembus kulit, daun Mapel dan Ginko berwarna
kuning dan merah. Aih! Suasana ini persis seperti drama korea yang sering kalian
tonton di televisi, penuh dengan romantika. Silahkan bayangkan sendiri (He he he he)
Letih
bersepeda, akhirnya kami pulang ke rumah orangtua angkat kami yang berada tidak jauh dari tempat bersepeda tadi.
Kami pun tiba di kediamannya di sebuah apartemen, di lantai 8. Host Mom kami
langsung menyambut dengan ramah. Di ruang keluarga saya melihat seorang anak
kecil menonton televisi. Dia adalah anak tunggal dari orangtua angkat kami, So
Young namanya. Anak perempuan yang sangat lucu, cantik, dan cerdas. Saya sangat
kagum padanya karena talenta luar biasa yang dimilikinya. So Young bisa
memainkan beberapa alat musik seperti piano, biola, dan suling. Dia pun mengerti
bahasa inggris sehingga memudahkan kami berkomunikasi dengannya. Setelah bercengkrama
dan makan malam, kami segera beristirahat di ruang kamar yang menurut kami sangat nyaman,
walaupun satu kamar harus dihuni bertiga. Tak jadi masalah.
Keesokan
harinya, setelah bangun dari tidur nyenyak, sekitar pukul 10.00 pagi, kami
pergi ke Grand park bersama Ayah Choi. Taman itu adalah taman yang sangat luas
dan indah. Dedaunan kuning dan merah berderet di sepanjang jalan memanjakan
mata.
Di
taman ini kami diajak ayah berkeliling dan mendaki bukit yang cukup tinggi. Ini
adalah kali pertamanya saya berkeringat selama di Korea. Kami juga menelusuri
jalan setapak yang menanjak yang cukup membuat kami lelah. Sepanjang
perjalanan, kami dan ayah saling bercerita dan berbagi pengalaman. Kami begitu
dekat ayah sehingga membuat kami merasa nyaman dan gembira bisa bersama dengannya. Tidak jarang
kami beristirahat, sambil mengabadikan momen-momen kami. Momen-momen seperti
itu tentunya sangat sayang untuk dilewatkan.
Akhirnya
tepat pukul 1.30 siang, kami memutuskan untuk menyelesaikan perjalanan kami,
turun dari puncak menelusuri jalan setapak dengan pemandangan yang indah. Tidak
terasa begitu cepat sampai di kaki gunung. Saya tidak merasakan lelah yang
berarti, hanya perasaan senang dan syukur karena bisa bersama-sama mereka meski dalam waktu yang
singkat, keluarga angkat dari
negara dan budaya yang berbeda dan dua orang teman
yang hebat, Heri dan Ave.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar